Sekarang saya ingin lebih jauh menembus kembali mengapa kita
miskin selama ini. Sebabnya kita miskin adalah: Pertama, karena kita
memiliki pemahaman agama yang salah. Salah satunya 5 alasan tadi
tidak beredar dikalangan kita. Sekarang coba kita tonton acara TV,
nonton acara ceramah subuh di televisi. Kita akan lihat sebagian besar
ceramah-ceramah televisi itu menyuruh orang-orang miskin itu
semakin miskin atas nama kesabaran. Bahkan ada perang terhadap
materialisme, karena kita harus zuhud sekarang. Pemahaman tentang
kezuhudan itu salah satu pemahaman yang paling banyak merusak
kita. Karena kita tidak tahu bedanya orang zuhud dengan orang
miskin.
Imam Ghazali mengatakan orang zuhud itu adalah orangmiskin selama ini. Sebabnya kita miskin adalah: Pertama, karena kita
memiliki pemahaman agama yang salah. Salah satunya 5 alasan tadi
tidak beredar dikalangan kita. Sekarang coba kita tonton acara TV,
nonton acara ceramah subuh di televisi. Kita akan lihat sebagian besar
ceramah-ceramah televisi itu menyuruh orang-orang miskin itu
semakin miskin atas nama kesabaran. Bahkan ada perang terhadap
materialisme, karena kita harus zuhud sekarang. Pemahaman tentang
kezuhudan itu salah satu pemahaman yang paling banyak merusak
kita. Karena kita tidak tahu bedanya orang zuhud dengan orang
miskin.
yang punya dunia lalu meninggalkannya dengan sadar. Orang miskin
itu adalah orang yang ditinggal dunia. Kalau ada orang miskin tidak
dapat makan lalu puasa Senin-Kamis itu bukan orang zuhud. Itu orang
miskin yang berusaha memaksimalisasi kondisi keterbatasannya agar
tetap dapat pahala. Daripada tidak makan dan tidak dapat pahala lebih
bagus tidak makan dapat pahala. Orang zuhud itu orang pasca dunia
kalau orang miskin itu orang pra dunia. Kita lihat Rasulullah SAW itu
sudah kaya raya sebelum jadi Nabi. Kemiskinan Rasulullah yang kita
baca di hadits-hadits itu adalah kemiskinan atas pilihan. Itu adalah
pilihannya karena dia punya misi yang jauh lebih besar, yakni: yang
begini itu dia tidak perlu lagi, sudah selesai. Bahkan Rasulullah
mengatakan semua nabi-nabi itu sebagian besarnya kaya. Tidak ada
lagi nabi yang diutus setelah nabi Syu’aib melainkan pasti dia berasal
dar keluarga kaya dari kaumnya. Rasulullah itu mengenal uang waktu
umurnya 8 tahun, dia mulai kerja dan mendapatkan gaji. Pekerjaan
pertamanya mengembala kambing. Umur 12 tahun dia sudah pulang
pergi luar negeri ikut dalam bisnis keluarga. Umur 15 sampai 19 tahun ikut dalam perang sehingga punya pengalaman milter, Umur 20 tahun Rasul sudah jadi pengusaha investornya adalah Khadijah. Waktu umur
25 tahun dia nikah dengan investornya. Berapa maharnya? Seratus
ekor unta. Berapa harga seekor unta sekarang? Jauh lebih mahal dari 1
ekor sapi. Kira- kira 10 juta 1 ekor unta jadi totalnya 1 Milyar. Anak
muda 25 tahun punya uang cash 1 Milyar. Itu maharnya tapi yang
disimpan itu masih ada. Walaupun Rasulullah SAW setelah menjadi
Nabi mengatakan sebaik-baik wanita adalah wanita yang cantik dan
mahar yang murah, itu sebagai sistem tapi tradisi jahiliyah itu status.
Oleh karena itu, waktu pamannya yang bernama Abu Thalib
menyampaikan khutbah nikahnya sebagai sambutan keluarga pada
pernikahan Rasulullah SAW, beliau mengatakan sesungguhnya orang
Quuraisy tahu bahwa Muhammad salah seorang pemudanya yang
terbaik, yang paling terhormat. Layaklah dia nikah dengan khadijah
karena maharnya tersebut. Pemuda 25 tahun punya uang 1 Milyar,
sedangkan kita 25 tahun baru selesai Perguruan Tinggi dan karya
terbesar kita adalah menulis lamaran kerja. Ini pemahaman
keagamaan yang beredar dikalangan kita yang membuat kita ini
miskin. Itu sebabnya di Zaman penjajahan dahulu para penjajah itu
dengan sengaja menghidupkan kelompok-kelompok sufi di tengah
masyarakat. Paham sufiyah dihidupkan supaya orang- orang miskin itu
tidak pernah bermimpi menjadi kaya dan merasa benar bahwa dia
miskin. Maka langkah pertama menuju kekayaan adalah perbaiki dulu
pemahaman keagamaan kita. Saya dahulu sekolah di pesantren 6
tahun, tempatnya dulu itu di hutan, bahkan tidak ada mobil lewat di
sana, kalau kita ingin mendapatkan kendaraan umum kita harus jalan
3 km terlebih dahulu. Pada suatu hari ada badai datang dan
menerbangkan seluruh atap gedung, masjid, dan seluruh benda yang
ada disitu. Semuanya mudah diterbangkan karena bangunan yang ada
adalah bangunan murah semuanya. Tiap hari kita makan hanya nasi
dan kecap selama 6 tahun. Setiap kali kita makan, guru saya selalu
bilang ini nasi akan membuat kamu besar. Cuma butuh waktu. Karena
itu fisik saya kecil karena pada masa pertumbuhan kita tidak
mendapatkan gizi yang baik dengan alasan latihan, sabar, perjuangan.
Waktu itu saya bilang ini sekolah sengaja disimpan jauh dari kota
karena kota itu neraka, disini kita hidup dengan cara yang benar.
Waktu itu saya mau ke Jakarta untuk kuliah, saya minta guru saya
istikharah buat saya, satu bulan kemudian saya datang dan dia
menganjurkan kepada saya untuk kuliah di Jakarta saja di LIPIA, karena
LIPIA itu selingkar syurga yang dikelilingi oleh neraka. Itulah
pemahaman keagamaan yang kita warisi. Waktu saya kuliah di LIPIA
juga belajar syariah namun tetap tidak ada yang mengajarkan kita
pemahaman keagamaan yang benar tentang kekayaan. Kedua, karena
kita tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang tidak mengajarkan kita
dasar-dasar yang benar untuk menegakkan kehidupan. Lihat kurikulum yang kita pelajari. Tidak satupun yang kita pelajari di sekolah itu benar-benar kita pakai dalam kehidupan real kita. Sekarang belajar bahasa Inggris sejak kelas 4 SD sampai Perguruan Tinggi. Tahun pertama itu 10 tahun, tetapi TOEFL kita tidak bagus-bagus. Padahal bahasa itu
adalah sarana komunikasi yang seharusnya menjadi basic. Begitu juga
tentang uang. Kita tidak pernah sama sekali belajar disekolah tentang
uang. Saya dulu belajar hitung dagang di sekolah tapi itu pelajaran
yang paling kita tidak suka. Jadi lingkungan pendidikan kita juga
seperti itu. Setelah kita tarbiyah pun hal-hal seperti itu belum
diajarkan. Mungkin karena satu hikmah ataupun lainnya yang tidak kita
ketahui. Tetapi kalau kita membaca literatur yang ditulis oleh Imam
Hasan Al- Banna, sebenarnya perhatian ke arah ekonomi itu justru
malah lebih besar dari awalnya. Bahkan muncul gagasan ekonomi
Islam itu adalah anjuran dari beliau. Salah satu rintisan dari beliau
untuk memperbaiki kehidupan ekonomi ummat Islam. Oleh karena itu
saya menganjurkan kepada ikhwah di kaderisasi untuk segera
membuat materi tatsqif tentang uang, karena itu perlu. Ketiga, karena
kita ini memiliki ciri- ciri orang miskin dalam kepribadian. Ciri orang
miskin: Pertama, orang miskin itu tidak pernah bermimpi jadi orang
kaya. Kalau kita baca buku The Millionaire Mind (pemikiran milioner), di
dalam buku tersebut disebutkan fakta bahwa di kalangan orang miskin
itu berkembang ide-ide yang membuat mereka itu miskin. Salah
satunya karena memang mereka tidak punya mimpi jadi orang kaya.
Waktu sekolah saya pernah ikut kursus keterampilan membuat sepatu,
jadi saya bisa membuat sepatu. Karena kita mindset-nya disiapkan
untuk menjadi buruh, kalau tidak bisa menjadi guru bahasa Arab
akhirnya menjadi tukang sepatu. Kita lihat rintisannya. Jadi kita tidak
pernah punya mimpi untuk menjadi kaya. Contohnya, kalau kita lihat
orang pakai mobil Mercy, tidak pernah terpikir oleh kita kalau kita juga
ingin punya mobil Mercy. Yang terpikir oleh kita adalah tega-teganya
orang ini pakai Mercy.
Pertama kali Ketua Majelis Syuro membangun rumah, banyak sekali
ikhwah yang protes. Saya bilang kenapa kalian protes. Dia pinjam uang
antum. Saya datang ke rumahnya, Masya Allah rumahnya bagus. Ya
Allah berikanlah saya model rumah yang seperti ini. Kalau kita melihat
mobil bagus, rumah bagus, hinggap sebentar di mobil itu, sapu baik-
baik lalu berdo’alah. Ketika tinggal di rumah mertua, saya bisa tinggal
di tempat yang luasnya beberapa ribu meter. Cuma saya bilang, saya
tidak ingin didominasi oleh mertua. Jadi setelah menikah saya bilang
saya mau keluar dari rumah ini. Kata mertua saya, “Kamu mau tinggal
dimana?” Itu urusan saya, satu tahun saya sudah tinggal di sini. Saya
keluar. Lalu saya kontrak rumah. Rumah saya itu mirip kandang ayam,
triplek-triplek saja. Ada 3 petak rumah, kalau kita bersin disini akan
terdengar oleh semua tetangga. Lantainya sebagian itu berupa tanah
dan saya pun tidak punya kasur. Saya punya kasur setelah anak ke-3
saya lahir. Istri saya kalau sudah hari Sabtu atau Minggu mengajak pulang. Saya tahu dia ingin balik ke sana, Tapi kita belajar menata hidup kita sendiri, tidak tergantung dari orang. Setiap hari saya lewat
di depan sebuah rumah besar halamannya luas. Kalau saya lewat
rumah itu saya berjalan pelan-pelan sambil menunggu bis dari Al-
Manar. Saya melewati rumah itu yang terletak di pojok halaman yang
luas dan ada banyak pohon-pohonan. Saya usap itu temboknya.
Alhamdulillah rumah itu menjadi rumah saya. Apabila saudara antum
punya mobil, antum jangan marah padanya. Jangan Tanya uangnya
dari mana. Jangan Tanya seperti itu. Antum pegang mobilnya, usap-
usap mobilnya. Sekarang kalau saya mau ke DPP tiap hari lewat
Menteng, lewati rumah yang bagus-bagus, disitu juga ada masjid yang
besar bernama Sunda Kelapa. Saya suka berdo’a juga disitu. Ya Allah,
saya ingin tinggal disamping masjid ini, bagaimana caranya atur ya
Allah. Syurga aja kita pinta, apalagi rumah. Suatu waktu saya
pernah naik private jet punya Abu Rizal Bakrie waktu itu jauh sebelum
era partai karena saya suka ceramah di rumahnya. Kita pergi naik
private jet nya. Enak juga naik private jet. Saya berdo’a juga disitu.
Saya juga ingin yang seperti ini karena enak. Syurga aja kita pinta
apalagi seperti ini. Kemarin Muraqib ’Am ditanya oleh kader. Kadernya
protes, “Ustadz Hilmi anggota dewannya sudah mulai pada borju
semuanya. Di jawab oleh ustadz Hilmi mereka tidak borju cuma
menyesuaikan penampilan dengan lingkungan pergaulannya. Jadi
kalau ikhwah pada kaya-kaya saya juga bahagia. Saya paling senang
kalau ada ikhwah yang punya private jet, perlu didorong itu. Jadi kita
tidak perlu belanja tiket lagi kalau ingin ke Riau. Tidak terikat dengan
jadwal penerbangan regular. Dan saya Tanya harga private jet itu,
setidak-tidaknya kita sudah tahu harga private jet itu. Sewaktu-waktu
saya naik mobil Land Cruiser punya teman saya, mobil saya Kijang.
Saya bilang mobilmu lebih enak dari mobil saya. Dia bilang kenapa.
Saya bilang saya pikir mobil saya itu lebih enak dimuka bumi, ternyata
mobil bapak lebih enak. Memang mobil kamu apa, saya jawab Kijang.
Dia bilang, “Oh itu mobil masa lalu saya”.
ikhwah yang protes. Saya bilang kenapa kalian protes. Dia pinjam uang
antum. Saya datang ke rumahnya, Masya Allah rumahnya bagus. Ya
Allah berikanlah saya model rumah yang seperti ini. Kalau kita melihat
mobil bagus, rumah bagus, hinggap sebentar di mobil itu, sapu baik-
baik lalu berdo’alah. Ketika tinggal di rumah mertua, saya bisa tinggal
di tempat yang luasnya beberapa ribu meter. Cuma saya bilang, saya
tidak ingin didominasi oleh mertua. Jadi setelah menikah saya bilang
saya mau keluar dari rumah ini. Kata mertua saya, “Kamu mau tinggal
dimana?” Itu urusan saya, satu tahun saya sudah tinggal di sini. Saya
keluar. Lalu saya kontrak rumah. Rumah saya itu mirip kandang ayam,
triplek-triplek saja. Ada 3 petak rumah, kalau kita bersin disini akan
terdengar oleh semua tetangga. Lantainya sebagian itu berupa tanah
dan saya pun tidak punya kasur. Saya punya kasur setelah anak ke-3
saya lahir. Istri saya kalau sudah hari Sabtu atau Minggu mengajak pulang. Saya tahu dia ingin balik ke sana, Tapi kita belajar menata hidup kita sendiri, tidak tergantung dari orang. Setiap hari saya lewat
di depan sebuah rumah besar halamannya luas. Kalau saya lewat
rumah itu saya berjalan pelan-pelan sambil menunggu bis dari Al-
Manar. Saya melewati rumah itu yang terletak di pojok halaman yang
luas dan ada banyak pohon-pohonan. Saya usap itu temboknya.
Alhamdulillah rumah itu menjadi rumah saya. Apabila saudara antum
punya mobil, antum jangan marah padanya. Jangan Tanya uangnya
dari mana. Jangan Tanya seperti itu. Antum pegang mobilnya, usap-
usap mobilnya. Sekarang kalau saya mau ke DPP tiap hari lewat
Menteng, lewati rumah yang bagus-bagus, disitu juga ada masjid yang
besar bernama Sunda Kelapa. Saya suka berdo’a juga disitu. Ya Allah,
saya ingin tinggal disamping masjid ini, bagaimana caranya atur ya
Allah. Syurga aja kita pinta, apalagi rumah. Suatu waktu saya
pernah naik private jet punya Abu Rizal Bakrie waktu itu jauh sebelum
era partai karena saya suka ceramah di rumahnya. Kita pergi naik
private jet nya. Enak juga naik private jet. Saya berdo’a juga disitu.
Saya juga ingin yang seperti ini karena enak. Syurga aja kita pinta
apalagi seperti ini. Kemarin Muraqib ’Am ditanya oleh kader. Kadernya
protes, “Ustadz Hilmi anggota dewannya sudah mulai pada borju
semuanya. Di jawab oleh ustadz Hilmi mereka tidak borju cuma
menyesuaikan penampilan dengan lingkungan pergaulannya. Jadi
kalau ikhwah pada kaya-kaya saya juga bahagia. Saya paling senang
kalau ada ikhwah yang punya private jet, perlu didorong itu. Jadi kita
tidak perlu belanja tiket lagi kalau ingin ke Riau. Tidak terikat dengan
jadwal penerbangan regular. Dan saya Tanya harga private jet itu,
setidak-tidaknya kita sudah tahu harga private jet itu. Sewaktu-waktu
saya naik mobil Land Cruiser punya teman saya, mobil saya Kijang.
Saya bilang mobilmu lebih enak dari mobil saya. Dia bilang kenapa.
Saya bilang saya pikir mobil saya itu lebih enak dimuka bumi, ternyata
mobil bapak lebih enak. Memang mobil kamu apa, saya jawab Kijang.
Dia bilang, “Oh itu mobil masa lalu saya”.
Ikhwah sekalian.
Karakter orang miskin itu harus kita hilangkan, itu sebabnya kita miskin. Karena tidak punya mimpi menjadi orang kaya. Kedua, kita ini umumnya tidak ulet. Senang difasilitasi. Dan, ada karakter yang buruk di Melayu, pada umumnya senang diberi hadiah daripada memberi hadiah. Bahagia dan bangga kalau ditraktir makan daripada kalau mentraktir makan. Kalau kita ingin menjelaskan orang Cina lebih kaya dibanding kita di negeri ini, karena dia lebih rajin bekerja. Saya pernah mengisi pelatihan di Telkom, saya suruh tulis mimpi-mimpi mereka semua. Saya kasih kertas besar, mereka menulis dan menggambar. Hampir semua mereka membuat gambar yang sama. Sebuah rumah disampingnya ada sawah-sawah, disampingnya ada masjid, kemudian ada pesawat terbang dan ada ka’bah. Saya harus menjelaskan. Dia bilang nanti saya berharap insya Allah sudah naik haji sebelum pensiun, setelah pensiun nanti saya punya rumah di desa di sampingnya ada sawah-sawah, disampingnya lagi ada masjid. Jadi dia
Ibadah kerjanya. Saya bilang bapak pensiun umur berapa. Dia bilang
55 tahun. Mau menghabiskan sisa umur di desa di samping masjid dan
di samping sawah. Kalau bapak diberi umur 80 tahun oleh Allah SWT
berapa sisa umur bapak, 25 tahun akan bapak habiskan disamping
sawah. Begitu cara kita berfikir, kita menghindari tantangan. Saya
pernah ceramah di Direktur BULOG, dia mau pensiun dini, dia
tinggalnya di Patra Kuningan dekat rumahnya Pak Habibie. Saya
diminta mengisi ceramah di rumahnya tentang menajemen harta
untuk lansia. Yang hadir itu angkatan 63 UGM dari Fakultas Ekonomi
semuanya. Saya bilang bapak setelah pensiun nanti mau tinggal
dimana. Dia bilang mau balik ke kampung halamannya di Solo. Saya
Tanya Solonya dimana. Dia bilang agak ke pinggir sedikit. Dia sudah
punya rumah di sana, di sampingnya ada sawah-sawah, ada masjid,
persis seperti gambar orang Telkom itu. Saya bilang kenapa tidak
tinggal di Jakarta. Dia bilang siapa yang bisa tahan tinggal di Jakarta
setelah pensiun. Biaya mahal, anak saya sedang pada kuliah
semuanya saya tidak kuat nanggung. Coba kita lihat waktu
pendapatan kita berkurang yang kita lakukan itu adalah mereduksi dan
mengurangi kegiatan kita supaya kita menyesuaikan diri dengan
pendapatan, seharusnya ketika pendapatan kita berkurang bukan
kegiatan yang kita reduksi tapi yang kita lakukan adalah tetap
memperbanyak kegiatan dan menambah pendapatan. Jadi saya
bayangkan kalau bapak di kasih umur 80 tahun, bapak akan tinggal di
kampung itu selama 25 tahun. Sekarang saya coba menghayal-hayal
kira-kira jadwal hariannya seperti apa. Jam 3 insya Allah dia akan
bangun qiyamul lail sampai subuh dia sudah tidak tidur karena orang
kalau sudah diatas 40 tahun kebutuhan tidurnya sebetulnya cuma 2
jam, setelah subuh mungkin dia nanti wirid, setelah itu dia pergi jalan
pagi, mungkin aktifitas jalan pagi dan lainnya selesai jam 7. Setelah itu
dia mandi lalu sarapan dia baca Koran. Katakanlah selesai jam 9.
Setelah itu dia shalat dhuha. Setelah itu tanda Tanya karena tidak ada
kegiatan yang dia lakukan. Lalu masuk waktu zuhur sebelumnya dia
punya waktu 3 jam, setelah itu dia makan siang setelah itu dia bangun
tidur siang, bangun ketika ashar. Ashar sampai maghrib dia lakukan
duduk- duduk di teras minum kopi sambil memandang sawah.
Sebelum maghrib dia mandi, setelah maghrib dia makan malam
sampai isya mungkin dia mengaji. Setelah shalat isya melihat televisi
sebentar setelah itu dia tidur lagi. Kita lihat tidak ada waktunya yang
produktif. Orang ini 25 tahun menunggu kematian. Kematian itu tidak
perlu ditunggu nanti dia akan datang sendiri kenapa kita tunggu-
tunggu dia. Kita lihat cara kita merencanakan hidup. Seharusnya di
usia seperti itulah kita bekerja makin giat karena jadwal kitra makin dekat. Kematian kita makin dekat bukan makin terserah tetapi begitulah pikiran yang ada pada orang-orang miskin, orang-orang ini tidak ulet, menghindari tantangan, tidak ingin kerja keras. Karena itu rata-rata jadwal kerja orang miskin itu dibawah 8 jam. Sementara jadwal kerja orang kaya itu diatas 15 jam. Wajar kalau mereka jadi kaya karena jam kerja mereka juga banyak.
Ibadah kerjanya. Saya bilang bapak pensiun umur berapa. Dia bilang
55 tahun. Mau menghabiskan sisa umur di desa di samping masjid dan
di samping sawah. Kalau bapak diberi umur 80 tahun oleh Allah SWT
berapa sisa umur bapak, 25 tahun akan bapak habiskan disamping
sawah. Begitu cara kita berfikir, kita menghindari tantangan. Saya
pernah ceramah di Direktur BULOG, dia mau pensiun dini, dia
tinggalnya di Patra Kuningan dekat rumahnya Pak Habibie. Saya
diminta mengisi ceramah di rumahnya tentang menajemen harta
untuk lansia. Yang hadir itu angkatan 63 UGM dari Fakultas Ekonomi
semuanya. Saya bilang bapak setelah pensiun nanti mau tinggal
dimana. Dia bilang mau balik ke kampung halamannya di Solo. Saya
Tanya Solonya dimana. Dia bilang agak ke pinggir sedikit. Dia sudah
punya rumah di sana, di sampingnya ada sawah-sawah, ada masjid,
persis seperti gambar orang Telkom itu. Saya bilang kenapa tidak
tinggal di Jakarta. Dia bilang siapa yang bisa tahan tinggal di Jakarta
setelah pensiun. Biaya mahal, anak saya sedang pada kuliah
semuanya saya tidak kuat nanggung. Coba kita lihat waktu
pendapatan kita berkurang yang kita lakukan itu adalah mereduksi dan
mengurangi kegiatan kita supaya kita menyesuaikan diri dengan
pendapatan, seharusnya ketika pendapatan kita berkurang bukan
kegiatan yang kita reduksi tapi yang kita lakukan adalah tetap
memperbanyak kegiatan dan menambah pendapatan. Jadi saya
bayangkan kalau bapak di kasih umur 80 tahun, bapak akan tinggal di
kampung itu selama 25 tahun. Sekarang saya coba menghayal-hayal
kira-kira jadwal hariannya seperti apa. Jam 3 insya Allah dia akan
bangun qiyamul lail sampai subuh dia sudah tidak tidur karena orang
kalau sudah diatas 40 tahun kebutuhan tidurnya sebetulnya cuma 2
jam, setelah subuh mungkin dia nanti wirid, setelah itu dia pergi jalan
pagi, mungkin aktifitas jalan pagi dan lainnya selesai jam 7. Setelah itu
dia mandi lalu sarapan dia baca Koran. Katakanlah selesai jam 9.
Setelah itu dia shalat dhuha. Setelah itu tanda Tanya karena tidak ada
kegiatan yang dia lakukan. Lalu masuk waktu zuhur sebelumnya dia
punya waktu 3 jam, setelah itu dia makan siang setelah itu dia bangun
tidur siang, bangun ketika ashar. Ashar sampai maghrib dia lakukan
duduk- duduk di teras minum kopi sambil memandang sawah.
Sebelum maghrib dia mandi, setelah maghrib dia makan malam
sampai isya mungkin dia mengaji. Setelah shalat isya melihat televisi
sebentar setelah itu dia tidur lagi. Kita lihat tidak ada waktunya yang
produktif. Orang ini 25 tahun menunggu kematian. Kematian itu tidak
perlu ditunggu nanti dia akan datang sendiri kenapa kita tunggu-
tunggu dia. Kita lihat cara kita merencanakan hidup. Seharusnya di
usia seperti itulah kita bekerja makin giat karena jadwal kitra makin dekat. Kematian kita makin dekat bukan makin terserah tetapi begitulah pikiran yang ada pada orang-orang miskin, orang-orang ini tidak ulet, menghindari tantangan, tidak ingin kerja keras. Karena itu rata-rata jadwal kerja orang miskin itu dibawah 8 jam. Sementara jadwal kerja orang kaya itu diatas 15 jam. Wajar kalau mereka jadi kaya karena jam kerja mereka juga banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar